Saat itu, seperti biasa, si penerjemah datang dengan senyum hangat di wajahnya. "Hari ini cuaca cerah, ya?" katanya sambil memasuki ruangan. Meskipun dia menggunakan kalimat tanya, rasanya lebih seperti pernyataan yang menyamar. Seolah-olah, ia hanya memberikan sapaan sekilas, tanpa benar-benar ingin mengetahui jawaban saya. Sudah menjadi kebiasaannya yang aneh.
Pada awalnya, saya merasa perlu memberikan respons terhadap pertanyaan semacam itu. Mungkin dia mengharapkan reaksi atau tanggapan dari saya. Tapi seiring berjalannya waktu, saya menyadari bahwa si penerjemah tidak terlalu memperdulikan jawaban saya. Setelah mengucapkan kalimatnya, ia duduk di depan komputer dan sibuk mengetik tanpa memberikan kesempatan untuk berbicara lebih lanjut. Saya mulai mengerti bahwa sapaannya hanyalah formalitas, dan tanggapan saya sebenarnya tidak terlalu penting.
Saya tidak bisa menahan diri untuk mempertanyakan kekurang-kreatifan si penerjemah. Setiap hari, dia selalu menggunakan kalimat yang sama. Apakah dia tidak bisa mencoba mengucapkan kata-kata yang lebih menarik atau berbeda? Mengapa dia tidak pernah mengatakan hal-hal seperti, "Anda terlihat lelah hari ini" atau kalimat lain yang memiliki makna yang sama? Seharusnya dia tahu bahwa saya tidak suka dengan kalimat-kalimat yang terdengar klise.
Terkait dengan hal tersebut, saya sering berpikir apakah sebaiknya saya mandi lebih awal sebelum membersihkan ruangan perpustakaan. Tapi kemudian, muncul pemikiran lain. Jika saya melakukannya, mungkin dia akan berkata, "Anda terlihat tidak biasa hari ini, sudah mandi pagi?" Itu pasti akan lebih menyakitkan. Ah, biarlah dia menemukan sendiri kebenaran. Yang pasti, saya selalu bangun pagi—beberapa jam sebelum dia datang.
Kehadiran jasa penerjemah selalu diiringi dengan kalimat sapaan yang tersamar. Mungkin dia tidak menyadari atau mungkin dia melakukannya dengan sengaja. Namun, saya mulai menganggapnya sebagai bagian dari rutinitas harian. Sapaannya hanyalah sejumput kata yang tidak memiliki makna yang dalam. Mungkin itu adalah cara dia menjaga jarak atau mungkin itu hanya kebiasaannya yang aneh.
Tetap saja, saya terus berharap bahwa suatu hari nanti dia akan mengubah kalimat sapaannya. Saya berharap dia akan menyadari bahwa saya sudah menyelesaikan membaca satu buku sebelum dia datang. Saya berharap dia tahu bahwa saya sudah membersihkan ruangan dan mengatur buku-buku sejak pagi, meskipun saya belum mandi. Namun harapan-harapan itu selalu pupus. Hari ini dan besoknya, dia tetap datang dengan kalimat yang sama.
Kisah sapaan tersamar si penerjemah dan misteri dibaliknya tetap menjadi sebuah tanda tanya. Meskipun demikian, pengalaman ini mengajarkan saya untuk menerima perbedaan dan menghargai cara orang lain berkomunikasi. Walaupun terkadang merasa aneh atau tidak nyaman, tetap penting untuk melihat di balik kalimat-kalimat tersebut dan mencoba memahami maksud sebenarnya dari komunikasi mereka.